Sabtu, 05 Maret 2016

Dinamika Masyarakat & Kebudayaan





A.      Konsepsi-konsepsi khusus mengenai pergeseran masyarakat dan kebudayaan
Ada beberapa konsep yang sering dipergunakan dalam menganalisis proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan. Pergeseran masyarakat atau kebudayaan tersebut dalam penelitian-penelitian antropologi maupun sosiologi disebut dinamika sosial (social dynamic).
Beberapa konsep yang penting dalam penelitian-penelitian mengenai proses belajar kebudayaan oleh warga masyarakatnya bersangkutan, yaitu; internalisasi (internalization), sosialisasi (socialization) dan enkulturasi (enkulturation).
Sementara itu konsep penting dalam hal penyebaran kebudayaan secara geografi (dibawa oleh perpindahan bangsa-bangsa), yaitu; proses difusi (diffusion). Konsep mengenai proses perkembangan kebudayaan dari bentuk sederhana hingga makin lama makin komplek, yaitu evolusi kebudayaan (cultural evolution). Konsep mengenai proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga masyarakat, yaitu; proses akulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation), dan konsep lain dipergunakan adalah pembaruan atau inovasi (innovation), yang berkaitan dengan penemuan baru (discovery dan invention).

B.       Proses Belajar Kebudayaan Sendiri
1.      Proses Internalisasi
Proses internalisasi adalah proses belajar pada kebudayaan sendiri yang dilakukan sejak seorang individu itu dilahirkan sampai ia hampir meninggal.
Individu belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, napsu, dan emosi yang diperlukan selama hidupnya. Namun, wujud pengaktifan semua perasaan itu dipengaruhi berbagai macam stimulasi yang berada di lingkungannya.
Seorang bayi saat dilahirkan yang diaktifkan pertama kali adalah perasaan puas dan tidak puas. Tidak puas karena lingkungannya sangat berbeda dengan lingkungan dalam kandungan, setelah dibungkus selimut dan diberi susu maka rasa tidak puasnya hilang. Bayi ini juga belajar bagaimana cara mendatangkan kepuasan, yakni dengan menangis. Bayi ini setiap hari juga belajar hingga semakin bertambah pengalamannya akan perasaan gembira, bahagia, cinta, benci, harga diri, berbakti dan lain-lain yang akhirnya semua itu menjadi kepribadiannya.

2.      Proses Sosialisasi
Proses ini merupakan proses belajar kebudayaannya dari anak-anak sampai tua dimana yang dipelajari adalah pola-pola tindakan dalam berinteraksi dengan individu lain dalam lingkungannya yang menduduki beraneka macam peranan sosial.
Dengan demikian jelas bahwa sosialisasi adalah proses belajar kebudayaan yang berhubungan dengan sistem sosialnya.  Contohnya: seorang anak yang dilahirkan pada golongan pegawai tinggi di kota. Disana bayi sudah berinteraksi dengan ibu, bidan, perawatnya, kakak-kakaknya, kemudian paman, kakek, tetangga dan seterusnya. Ketika agak besar bermain dengan kawan-kawannya di halaman, bahkan individu ini mulai mengenal kedudukan kakak sebagai yang lebih tua, tanggungjawab dan hak kakaknya, atau individu ini juga sudah mulai dipaksa untuk mengikuti kemauan orang lain yang lebih tua. Bentuk pemaksaan ini sering kita jumpai di masyarakat misalnya dengan mengancam atau menakut-nakuti dengan makhluk mengerikan, hantu dan lain-lain.
Tentu saja antara masyarakat satu dengan yang lainnya atau golongan satu dengan golongan yang lainnya juga akan berbeda-beda. Misalnya; pada keluarga buruh, peran ayah mungkin tidak berpengaruh pada bayi karena ayah pergi kerja saat bayi masih tidur dan ayah pulang saat bayi itu juga menjelang tidur malam. Mungkin hanya hari-hari libur saja ayah bisa nampak di mata bayi itu.
Atau misalnya masyarakat Irian Jaya, dimana sang bayi sudah berhubungan dengan wanita-wanita lain ketika sang ibu sudah merasa kuat untuk bekerja, sehingga ibu membawanya ke ladang dan disanalah bayi itu mendapat perhatian wanita-wanita   kawan dari ibu.

3.      Proses Enkulturasi / pembudayaan / institutionalization
Enkulturisasi adalah proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat, sistem norma, dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.

C.      Proses Evolusi Sosial
Beberapa sudut pandang dipergunakan para ahli atau para peneliti dalam menganalisis suatu masyarakat dan kebudayaannya. Analisis pertama adalah analisis yang seolah-olah suatu masyarakat atau kebudayaan dipandang dari sudut pandang yang dekat dan detail (microscopic) dan kedua adalah analisis yang seolah-olah dipandang dari jauh dan hanya memperhatikan perubahan-perubahan besar saja (macroscopic). Proses evolusi sosial yang dianalisis secara detail akan tampak perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari. Proses-proses ini dalam ilmu antropologi disebut “proses-proses berulang” (recurrent processes). Sementara itu proses evolusi sosial-budaya yang dipandang seolah-olah dari jauh dan hanya nampak perubahan-perubahan besar saja dan terjadi dalam jangka waktu yang panjang disebut “proses-proses menentukan arah” (directional processes).
Para ahli antropologi dalam melakukan penelitian sebelumnya hanya terfokus pada adat-istiadat yang lazim berlaku di masyarakat sebagai obyek kajian. Namun akhir-akhir ini sudah memperhatikan sikap, perasaan dan tingkah laku individu dalam masyarakat tersebut. Karena pada dasarnya tidak semua warga masyarakat bisa mematuhi adat-istiadat yang berlaku di masyarakatnya. Sering ada sikap dan perasaan individu yang bertentangan dengan adat-istiadatnya, karena tidak cocok dengan kebutuhan dirinya sendiri dan penyimpangan ini kadang dilakukan berulang-ulang (recurrent).
Sikap yang menyimpang dari individu dari adat dalam masyarakat sering ditanggapi warga yang lain, sehingga sering pula timbul ketegangan-ketegangan dalam masyarakat tersebut. Maka dari itu suatu masyarakat biasanya memiliki alat pengendalian masyarakat yang bertugas mengurangi penyimpangan dan mengatasi ketegangan. Meski demikian ada juga beberapa masyarakat yang tidak sanggup mempertahankan adatnya, kemudian dengan terpaksa merubah aturan-aturan adat.
Contoh: Pada adat Minangkabau yang mewariskan harta miliknya untuk kemenakannya, yaitu anak dari saudara perempuannya. Ada seorang A berpengaruh yang mengabaikan aturan ini, dan dia mewariskan harta milikya kepada anaknya sendiri. Tentu saja para kemenakannya tidak puas dan mengadukan kepada kepala adat. Karena A sangat berpengaruh maka kepala adat membenarkan tindakan si A. Jelas para kemenakan tetap tidak puas dengan keputusan kepala adat, namun hanya bisa diam karena itu sudah menjadi keputusan kepala adat. Suatu ketika hal semacam ini terjadi lagi dan recurrent. Maka akhirnya ketentuan atau aturan adatnya diubah, bahwa harta milik yang diperoleh dari bantuan kerabatnya harus diwariskan kepada kemenakannya sedangkan harta yang diperoleh sendiri diwariskan kepada anaknya sendiri.
Kasus-kasus sebagaimana tersebut di atas yang membawa perubahan-perubahan kecil tidak bisa dilihat dari luar dan jauh dari masyarakat itu. Meski demikian, perubahan-perubahan kecil itu dalam jangka waktu panjang dan semakin banyak perubahan maka akhirnya akan nampak juga dari jauh sebagai perubahan besar.

D.      Proses Difusi (penyebaran)
Proses difusi yang dibahas disini adalah proses difusi mengenai manusia dan unsur kebudayaannya. Apabila ada persebaran manusia dari suatu daerah ke daerah tertentu biasanya juga dibarengi dengan persebaran unsur-unsur budayanya. Karena  manusia tentu tidak serta merta meninggalkan budayanya sendiri di tempatnya yang baru, paling tidak bahasa, apalagi persebarannya merupakan sebuah kelompok.
Ilmu paleoantropologi telah memperkirakan bahwa manusia pertama hidup di padang sabana beriklim tropis di Afrika Timur. Kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia sehingga hampir berada di seluruh muka bumi yang bermacam-macam iklimnya. Migrasi kelompok-kelompok manusia ini  tidak selamanya digambarkan sebagai garis lurus dari tempat asal ke tujuan (I), namun ada juga seperti garis spiral (II).
 


A      B                                 A             B

                 I                                                           II         

Migrasi kelompok-kelompok manusia yang berjalan secara lambat salah satunya terjadi pada kelompok berburu. Dimana kelompok manusia pemburu biasanya mengikuti migrasi binatang-binatang buruan.
Sementara itu migrasi-migrasi yang berjalan cepat dan mendadak juga terjadi pada manusia. Migrasi ini biasanya karena bencana alam, peperangan, wabah, perubahan mata pencarian hidup dan peristiwa-peristiwa khusus lainnya sebagaimana tercatat dalam sejarah. Peristiwa-peristiwa khusus itu diantaranya; pelayaran bangsa China di asia timur ke asia tenggara, transmigrasi 3 juta penduduk Spanyol ke  Amerika Selatan abad ke-16 dan ke-17, migrasi suku-suku bangsa peternak di Asia Tengah yang dipimpin oleh Jengiz Khan dan lain-lainnya.
Sebagaimana tersebut di atas bahwa persebaran (difusi) manusia akan disertai persebaran unsur kebudayaannya, bekas-bekas persebaran ini sekarang menjadi obyek ilmu prehistori. Penyebaran-penyebaran unsur kebudayaan biasanya berdasarkan pada pertemuan-pertemuan antara individu suatu kelompok dengan individu kelompok yang lain. Sementara itu pertemuan-pertemuan semacam itu dapat berlangsung dengan berbagai macam cara.  
Cara pertama adalah hubungan dimana bentuk dan kebudayaan masing-masing hampir tidak berubah, disebut hubungan symbiotic. Contohnya; di daerah pedalaman Afrika. Di sana ada suku bangsa yang hidup bercocok tanam di ladang, dan mereka memiliki tetangga kelompok-kelompok dari suku bangsa Negrito yang berburu. Masing-masing saling membutuhkan barang-barang yang dihasilkan tetangga suku bangsa yang berbeda mata pencarian itu. Sehingga mereka sering melakukan barter dan telah berlangsung lama. Namun keduanya tidak saling mempengaruhi kebudayaannya, tetapi unsur kebudayaan masing-masing telah menyebar.
Cara lain adalah bentuk hubungan yang disebabkan karena perdagangan, atau yang disebut sebagai penetration pacifique (pemasukan secara damai). Namun jika dikaji lagi pemasukan secara damai juga ada variasinya, seperti yang dilakukan para penyiar agama. Pemasukan secara damai yang dilakukan penyiar agama berlangsung secara sengaja dan kadang-kadang dengan paksa.
Sementara itu pemasukan unsur asing secara tidak damai terdapat pada bentuk hubungan yang disebabkan karena peperangan dan serangan penaklukan.
Suatu difusi dari A ke B, B ke C, C ke D dan seterusnya yang merupakan serangkaian deret pertemuan suku-suku bangsa dalam antropologi disebut stimulus diffusion. Penyebaran suatu unsur budaya biasanya tidak hanya satu unsur saja tetapi selalu dibarengi unsur lainnya. Misalnya difusi mobil, mobil yang ditemukan di Eropa pada akhirnya sampai ke Indonesia. Tentu saja mobil dalam penyebarannya akan dibarengi dengan suku cadangnya, perbengkelannya, bahkan kebijakan-kebijakan tentang penggunaan jalan. Dalam ilmu antropologi penggabungan unsur-unsur kebudayaan yang menyebar antar kebudayaan ini disebut sebagai kultur-kompleks.

E.       Akulturasi dan Asimilasi
Akulturasi atau acculturation atau culture contact memiliki berbagai arti, namun semua sepaham bahwa konsep itu mengenai proses sosial yang timbul bila kelompok manusia dengan kebudayaannya dihadapkan dengan kebudayaan asing, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah menjadi kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan sendiri.
Lima golongan masalah mengenai akulturasi, yaitu:
1.      Mengenai metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat.
2.      Mengenai unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima, dan sukar diterima oleh masyarakat.
3.      Mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau diubah, dan unsur-unsur yang tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing.
4.      Mengenai individu-individu yang suka dan cepat menerima, dan individu-individu yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan asing.
5.      Mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang timbul sebagai akibat akulturasi.


Asimilasi
Asimilasi (assimilation) adalah proses sosial yang timbul bila (a) golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan berbeda, (b) saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu yang lama, sehingga (c) kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas.
Golongan-golongan yang dimaksud biasanya golongan mayoritas dan minoritas. Dalam hal ini golongan minoritas menyesuaikan ke dalam kebudayaan golongan mayoritas.


F.       Pembaruan atau Inovasi
Inovasi dan penemuan
Inovasi adalah suatu proses pembaruan dan penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua menyebabkan adanya sistem produksi menghasilkan produk-produk baru. Jadi inovasi itu mengenai pembaruan kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi dan ekonomi.
Discovery adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru baik berupa alat baru, ide baru, yang diciptakan seorang individu atau serangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat bersangkutan.
Invention adalah suatu pengakuan, penerimaan dan penerapan masyarakat terhadap suatu penemuan baru.
Proses discovery hingga ke invention sering memerlukan lebih dari satu orang individu sebagai seorang pencipta. Misalnya Hand Phone (HP). HP didasarkan pada sistem pengiriman gelombang suara melalui gelombang elektro magnetik di udara. Jauh sebelumnya tentu sudah ada teknologi itu meskipun bukan berbentuk HP. Teknologi lama itu adalah radio yang ditemukan Marconi melalui beberapa penelitiannya. Kemudian muncul radio gelombang AM, SW dan FM, bahkan juga muncul antena-antena VHF dan UHF dalam rangka memancarkan dan menerima signal. Jelas, semua proses itu memerlukan banyak individu yang terlibat. Tetapi pada saat seorang individu menyempurnakan sistem itu sehingga menjadi alat yang bisa dipergunakan untuk berkomunikasi, saat itulah HP ditemukan (discovery). Kemudian untuk bisa diakui, diterima dan dipergunakan masyarakat (invention), maka di sana diperlukan banyak orang lagi untuk membangun sistemnya sehingga HP benar-benar dapat dipergunakan.
Lalu apa yang mendorong individu-individu itu untuk memulai dan mengembangkan penemuan-penemuan baru? Para sarjana mengatakan bahwa pendorongnya adalah:
1.      Kesadaran individu akan kekurangan dalam kebudayaan.
2.      Mutu dari keahlian dalam suatu kebudayaan.
3.      Sistem perangsang bagi aktivitas mencipta dalam masyarakat.
Pada dasarnya setiap masyarakat selalu ada individu-individu yang merasa adanya kekurangan-kekurangan pada kebudayaannya. Diantara mereka ada yang pasrah begitu saja, ada yang hanya bisa menggerutu dan tidak sanggup berbuat apa-apa, serta ada yang berusaha dengan aktif memperbaiki kekurangan-kekurangan itu. Mereka yang aktif inilah yang muncul para pencipta dan penemuan-penemuan baru baik yang yang bersifat discovery maupun invention.
Faktor pendorong pertama termasuk diantaranya adalah suatu krisis masyarakat, dimana terjadi penentangan terhadap kondisi yang tidak memuaskan. Sementara faktor kedua, merupakan keinginan para ahli seperti ahli seni, ahli pertukangan dan para ahli lainnya terkait dengan pekerjaannya selalu berusaha memperbaiki hasil karyanya, sehingga kadang-kadang muncul suatu karya yang sebelumnya tidak ada dan menjadi penemuan baru. Sementara itu faktor ketiga seperti adanya rangsangan-rangsangan akan diberikannya hadiah baik berupa kehormatan, kedudukan tinggi maupun harta benda. Hal semacam ini biasa terjadi di Eropa-Amerika atau masyarakat Uni Soviet, dimana penemuan teknologi mendapatkan nilai sangat tinggi.
Suatu Inovasi atau penemuan baru jarang sekali merupakan perubahan mendadak. Suatu penemuan baru biasanya dimulai dari suatu rangkaian panjang yang dimulai dari penemuan-penemuan kecil yang secara akumulatif diciptakan oleh sederet pencipta-pencipta. Dengan demikian proses inovasi juga merupakan suatu proses evolusi, namun evolusi pada inovasi individu didalamnya sangat aktif sedangkan pada evolusi di luar inovasi individunya pasif bahkan bersifat negatif.

Pustaka:
Koentjaraningrat, 2009. Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta. Jakarta