Ditulis oleh Triyanto Cakra Adi
Dalam dunia penelitian
sering menyebut beberapa teknik pengumpulan data. Salah satu teknik pengumpulan
data dimaksud adalah wawancara (interview). Wawancara ini banyak
dilakukan dalam penelitian baik yang menggunakan pendekatan kualitatif maupun
kuantitatif. Namun perlu diketahui juga bahwa tidak semua penelitian
menggunakan wawancara dan tidak semua wawancara merupakan proses penelitian.
Selain istilah wawancara dalam keseharian kita juga sering menjumpai istilah "ngobrol" atau percakapan. Berkaitan dengan istilah tersebut Irawati S. dalam Masri Singarimbun (2008) memberikan garis pembeda antara wawancara dengan percakapan. Pada wawancara; pertama, pewawancara belum saling mengenal responden (yang diwawancarai), sedangkan percakapan biasanya sudah saling mengenal. Kedua, pewawancara adalah pihak yang terus-menerus bertanya, sedangkan responden pihak yang selalu menjawab pertanyaan tersebut. Sedangkan percakapan saling bertanya, saling menjawab bahkan saling menimpali begitu saja. Ketiga, urutan pertanyaan sudah ditentukan. Sedangkan percakapan tema yang dibicarakan bisa berubah-ubah bahkan dalam waktu seketika.
Selain istilah wawancara dalam keseharian kita juga sering menjumpai istilah "ngobrol" atau percakapan. Berkaitan dengan istilah tersebut Irawati S. dalam Masri Singarimbun (2008) memberikan garis pembeda antara wawancara dengan percakapan. Pada wawancara; pertama, pewawancara belum saling mengenal responden (yang diwawancarai), sedangkan percakapan biasanya sudah saling mengenal. Kedua, pewawancara adalah pihak yang terus-menerus bertanya, sedangkan responden pihak yang selalu menjawab pertanyaan tersebut. Sedangkan percakapan saling bertanya, saling menjawab bahkan saling menimpali begitu saja. Ketiga, urutan pertanyaan sudah ditentukan. Sedangkan percakapan tema yang dibicarakan bisa berubah-ubah bahkan dalam waktu seketika.
Bagong Suyanto dan
Sutinah (2011) menyatakan bahwa aktivitas wawancara tidak hanya monopoli para
peneliti, melainkan juga banyak dilakukan oleh pihak lain untuk keperluan yang
berbeda-beda. Misalnya, wartawan baik cetak maupun elektronik untuk mendapatkan
berita yang hendak dimuat dan diliput menggunakan wawancara. Bagian personalia
suatu perusahaan juga mewawancarai calon pegawai yang melamar kerja. Pimpinan
perusahaan untuk menyeleksi karyawan yang hendak dipromosikan. Polisi
mewawancarai orang-orang yang dianggap berkaitan dengan peristiwa
kejahatan.
Berdasarkan uraian di
atas maka dapat didefinisikan bahwa wawancara adalah pembicaraan atau
percakapan untuk mendapatkan suatu keterangan atau data tertentu. Menurut
Moleong (2011), percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Wawancara yang dilakukan masing-masing interviewer dalam kegiatan atau acara pada lembaga tertentu sering dibedakan dalam penyebutannya. Pada acara liputan televisi misalnya acara Showimah (Soimah), Bukan Empat Mata (Tukul), KickAndy (Andy N), JustAlvin (Alvin) dan lain-lainya sering disebut dengan Talk Show. Sedangkan yang dilakukan Polisi dan KPK, sering disebut dengan interograsi. Sementara itu dalam penelitian sering disebut "wawancara" saja atau interview. Sebagian orang menekankan lagi bahwa istilah wawancara dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut wawancara mendalam atau in-dept interview, oleh karena itu wawancara mendalam bukan sekedar tanya jawab biasa.
Bila dicermati,
wawancara (interview) sesungguhnya hanya dimaksudkan untuk memperoleh
keterangan, pendirian, pendapat secara lisan dari seseorang yang
diwawancarai baik itu responden maupun informan baik secara langsung (face
to face) maupun tidak langsung dengan orang tersebut. Wawancara secara
tidak langsung atau tidak berhadapan langsung (face to face) misalnya memanfaatkan
sarana komunikasi lain, seperti telepon dan internet sebagaimana dikatakan
Bagong Suyanto dan Sutinah. Namun data dan keterangan yang ingin diperoleh
seorang peneliti tidak akan didapatkan secara akurat apabila interviewer tidak mengerti dan
memahami bagaimana melakukan interview yang baik.
Berikut ini adalah
hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang interviewer :
1. Sebelum dilakukan
wawancara, pewawancara terlebih dahulu memperkenalkan diri, misalnya ;
- Asal si pewawancara; apakah ia berasal dari
kampus atau dari badan/ lembaga pemerintah. Beberapa peneliti kadangkala ada
yang justru menghindari untuk memperkenalkan diri asalnya, dengan alasan
khawatir informasi atau data yang diberikan menjadi bias. Misalnya ketika
peneliti yang sedang meneliti pada suatu lembaga pemerintahan, dan penelitian
dilakukan oleh lembaga di atasnya. Karena takut hasilnya jelek maka responden
atau informan memberikan data yang tidak benar.
- Menerangkan
tujuan dan kegunaan penelitian. Hal ini penting dilakukan terutama untuk
menghindari kecurigaan dan ketakutan responden.
2. Karena
pewawancara berperan dalam mengatur dan menciptakan situasi wawancara
berlangsung baik, maka :
- Harus dapat menyampaikan semua pertanyaan
kepada responden dengan baik seperti dimaksud pertanyaan. Jangan sampai salah
makna, misalnya kata “gedang”. Kata “gedang” pada masyarakat Jawa adalah pisang,
sedangkan pada masyarakat Bali artinya pepaya. Untuk itu perlu dipahami konteks
pertanyaannya dan diterapkan pada masyarakat yang memiliki pemahaman yang mana.
- Menciptakan hubungan baik dengan responden.
- Mencatat semua jawaban dari orang yang diwawancarai, atau
kemampuan cara menggunakan tanda-tanda dalam mengisi kuisioner.
- Kemampuan menggali informasi lebih mendalam dengan melakukan probing.
Berkaitan dengan hal di
atas maka seorang interviewer juga
perlu melakukan latihan baik secara formal maupun non formal. Latihan
penguasaan pertanyaan ini menjadi sangat penting lagi apabila seorang peneliti
menggunakan pihak lain untuk melakukan wawancara. Khususnya penelitian yang
melibatkan responden yang banyak atau jumlah besar. Sehingga peneliti tidak
sanggup melakukan wawancara sendiri, karena kalau dilakukan wawancara sendiri
akan memakan waktu yang cukup panjang dan melelahkan. Dalam latihan formal itu
akan diseragamkan dan dibahas setiap maksud pertanyaan dan data yang “diinginkan”.
Kata “diinginkan” disini cenderung kepada data yang sesuai dengan pertanyaan
dan sesuai dengan maksud penanya dan penjawab.
Penulis sering melakukan
eksperimen dengan mengirim beberapa interviewer
untuk menanyakan suatu permasalahan kepada masyarakat. Dalam eksperimen
tersebut penulis sengaja tidak membekali teknik wawancara tetapi hanya
memberikan daftar pertanyaan kepada interviewer.
Kemudian penulis memantau interviewer
di lapangan selama berinteraksi dengan masyarakat yang dijadikan responden atau
informan. Hasilnya sangat mengejutkan, bahwa masyarakat tidak bisa memahami apa
yang dimaksud oleh interviewer. Selain
itu pada interviewer lain penulis
menemukan data yang dikumpulkan tidak sesuai dengan harapan. Ketidaksesuaiannya
menunjukkan bahwa responden atau informan kurang memahami maksud pertanyaan.
Untuk itu sebelum terjun ke lapangan perlu melakukan latihan.
Apabila peneliti
menggunakan orang lain sebagai interviewer,
sangat penting peneliti mengetahui latar belakang dan kemampuan calon interviewer. Karena permasalahan sosial
akan lebih baik jika interviewer juga
paham tentang masalah sosial. Begitu pula permasalahan hukum akan lebih tepat
jika interviewer
mengerti dan paham tentang hukum. Hal ini akan berkaitan khususnya ketika interviewer harus melakukan probing.
Sumber :
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Cetakan keduapuluhsembilan. Penerbit PT. Remaja Rosda Karya. Bandung. 2011
Bagong Suyanto & Sutinah, Metode Penelitian Sosial. Berbagai ALternatif Pendekatan. Edisi Revisi cetakan ke-6. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2011
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik, Edisi revisi. Cetakan ke-14 Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 2010
Masri Singarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, Edisi Revisi. Cetakan kesembilanbelas. Penerbit Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta. 2008