Kamis, 28 Februari 2013

Wawancara Sebagai Teknik Pengumpulan Data

Ditulis oleh Triyanto Cakra Adi

Dalam dunia penelitian sering menyebut beberapa teknik pengumpulan data. Salah satu teknik pengumpulan data dimaksud adalah wawancara (interview). Wawancara ini banyak dilakukan dalam penelitian baik yang menggunakan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Namun perlu diketahui juga bahwa tidak semua penelitian menggunakan wawancara dan tidak semua wawancara merupakan proses penelitian.

Selain istilah wawancara dalam keseharian kita juga sering menjumpai istilah "ngobrol" atau percakapan. Berkaitan dengan istilah tersebut Irawati S. dalam Masri Singarimbun (2008) memberikan garis pembeda antara wawancara dengan percakapan. Pada wawancara; pertama, pewawancara belum saling mengenal responden (yang diwawancarai), sedangkan percakapan biasanya sudah saling mengenal. Kedua, pewawancara adalah pihak yang terus-menerus bertanya, sedangkan responden pihak yang selalu menjawab pertanyaan tersebut. Sedangkan percakapan saling bertanya, saling menjawab bahkan saling menimpali begitu saja. Ketiga, urutan pertanyaan sudah ditentukan. Sedangkan percakapan tema yang dibicarakan bisa berubah-ubah bahkan dalam waktu seketika.

Bagong Suyanto dan Sutinah (2011) menyatakan bahwa aktivitas wawancara tidak hanya monopoli para peneliti, melainkan juga banyak dilakukan oleh pihak lain untuk keperluan yang berbeda-beda. Misalnya, wartawan baik cetak maupun elektronik untuk mendapatkan berita yang hendak dimuat dan diliput menggunakan wawancara. Bagian personalia suatu perusahaan juga mewawancarai calon pegawai yang melamar kerja. Pimpinan perusahaan untuk menyeleksi karyawan yang hendak dipromosikan. Polisi mewawancarai orang-orang yang dianggap berkaitan dengan peristiwa kejahatan. 



Berdasarkan uraian di atas maka dapat didefinisikan bahwa wawancara adalah pembicaraan atau percakapan untuk mendapatkan suatu keterangan atau data tertentu. Menurut Moleong (2011), percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.


Wawancara yang dilakukan masing-masing interviewer dalam kegiatan atau acara pada lembaga tertentu sering dibedakan dalam penyebutannya. Pada acara liputan televisi misalnya acara Showimah (Soimah), Bukan Empat Mata (Tukul), KickAndy (Andy N), JustAlvin (Alvin) dan lain-lainya sering disebut dengan Talk Show. Sedangkan yang dilakukan Polisi dan KPK, sering disebut dengan interograsi. Sementara itu dalam penelitian sering disebut "wawancara" saja atau interview. Sebagian orang menekankan lagi bahwa istilah wawancara dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut wawancara mendalam atau in-dept interview, oleh karena itu wawancara mendalam bukan sekedar tanya jawab biasa.

Bila dicermati, wawancara (interview) sesungguhnya hanya dimaksudkan untuk memperoleh keterangan, pendirian, pendapat secara lisan dari  seseorang  yang diwawancarai baik itu responden maupun informan baik secara langsung (face to face) maupun tidak langsung dengan orang tersebut. Wawancara secara tidak langsung atau tidak berhadapan langsung (face to face) misalnya memanfaatkan sarana komunikasi lain, seperti telepon dan internet sebagaimana dikatakan Bagong Suyanto dan Sutinah. Namun data dan keterangan yang ingin diperoleh seorang peneliti tidak akan didapatkan secara akurat apabila interviewer tidak mengerti dan memahami bagaimana melakukan interview yang baik.

Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang interviewer :
1. Sebelum dilakukan wawancara, pewawancara terlebih dahulu memperkenalkan diri, misalnya ;
-  Asal si pewawancara; apakah ia berasal dari kampus atau dari badan/ lembaga pemerintah. Beberapa peneliti kadangkala ada yang justru menghindari untuk memperkenalkan diri asalnya, dengan alasan khawatir informasi atau data yang diberikan menjadi bias. Misalnya ketika peneliti yang sedang meneliti pada suatu lembaga pemerintahan, dan penelitian dilakukan oleh lembaga di atasnya. Karena takut hasilnya jelek maka responden atau informan memberikan data yang tidak benar.  
-   Menerangkan tujuan dan kegunaan penelitian. Hal ini penting dilakukan terutama untuk menghindari kecurigaan dan ketakutan responden.

2. Karena pewawancara berperan dalam mengatur dan menciptakan situasi wawancara berlangsung baik, maka :
-   Harus dapat menyampaikan semua pertanyaan kepada responden dengan baik seperti dimaksud pertanyaan. Jangan sampai salah makna, misalnya kata “gedang”. Kata “gedang” pada masyarakat Jawa adalah pisang, sedangkan pada masyarakat Bali artinya pepaya. Untuk itu perlu dipahami konteks pertanyaannya dan diterapkan pada masyarakat yang memiliki pemahaman yang mana.
-   Menciptakan hubungan baik dengan responden.
-   Mencatat semua jawaban dari orang yang diwawancarai, atau kemampuan cara menggunakan tanda-tanda dalam mengisi kuisioner.
-   Kemampuan menggali informasi lebih mendalam dengan melakukan probing.

Berkaitan dengan hal di atas maka seorang interviewer juga perlu melakukan latihan baik secara formal maupun non formal. Latihan penguasaan pertanyaan ini menjadi sangat penting lagi apabila seorang peneliti menggunakan pihak lain untuk melakukan wawancara. Khususnya penelitian yang melibatkan responden yang banyak atau jumlah besar. Sehingga peneliti tidak sanggup melakukan wawancara sendiri, karena kalau dilakukan wawancara sendiri akan memakan waktu yang cukup panjang dan melelahkan. Dalam latihan formal itu akan diseragamkan dan dibahas setiap maksud pertanyaan dan data yang “diinginkan”. Kata “diinginkan” disini cenderung kepada data yang sesuai dengan pertanyaan dan sesuai dengan maksud penanya dan penjawab.
Penulis sering melakukan eksperimen dengan mengirim beberapa interviewer untuk menanyakan suatu permasalahan kepada masyarakat. Dalam eksperimen tersebut penulis sengaja tidak membekali teknik wawancara tetapi hanya memberikan daftar pertanyaan kepada interviewer. Kemudian penulis memantau interviewer di lapangan selama berinteraksi dengan masyarakat yang dijadikan responden atau informan. Hasilnya sangat mengejutkan, bahwa masyarakat tidak bisa memahami apa yang dimaksud oleh interviewer. Selain itu pada interviewer lain penulis menemukan data yang dikumpulkan tidak sesuai dengan harapan. Ketidaksesuaiannya menunjukkan bahwa responden atau informan kurang memahami maksud pertanyaan. Untuk itu sebelum terjun ke lapangan perlu melakukan latihan.  

Apabila peneliti menggunakan orang lain sebagai interviewer, sangat penting peneliti mengetahui latar belakang dan kemampuan calon interviewer. Karena permasalahan sosial akan lebih baik jika interviewer juga paham tentang masalah sosial. Begitu pula permasalahan hukum akan lebih tepat jika  interviewer mengerti dan paham tentang hukum. Hal ini akan berkaitan khususnya ketika interviewer harus melakukan probing.


Sumber :
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Cetakan keduapuluhsembilan. Penerbit PT. Remaja Rosda Karya. Bandung. 2011

Bagong Suyanto & Sutinah, Metode Penelitian Sosial. Berbagai ALternatif Pendekatan. Edisi Revisi cetakan ke-6. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2011

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik, Edisi revisi. Cetakan ke-14 Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 2010

Masri Singarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, Edisi Revisi. Cetakan kesembilanbelas. Penerbit Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta. 2008